Tugas ini dibuat untuk mrmrnuhi tugas softskill Metode Penelitian
Tugas ini di upload oleh:
Nama : Violita Elgiana
Kelas : 3ID08
NPM : 39413162
Tugas Metode Penelitian ini berjudul:
"Tugas Metode Penelitian Penerapan Distribusi Normal Terhadap Berat Bersih Permen Coklat Pada PT NARA REZKA"
Tugas Metode Penelitian tersebut dapat diunduh disini
Sabtu, 12 Desember 2015
Jumat, 06 November 2015
Laporan Penelitian Ilmiah Menggunakan Hipotesis
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas softskill Metode Penelitian
Tugas ini di upload oleh :
Nama : Violita Elgiana
Kelas : 3ID08
NPM : 39413162
Thesis yang di upload berjudul :
"Meningkatkan Keterikatan Kerja Melalui Intervensi Terhadap Kegiatan Berbagi Pengetahuan - Studi Mengenai Asesor Unit Kerja XYZ di PT. ABC Indonesia"
Thesis tersebut dapat di download disini
Sumber : Meyer, Aldira G. 2012. Meningkatkan Keterikatan Kerja Melalui Intervensi Terhadap Kegiatan Berbagi Pengetahuan - Studi Mengenai Asesor Unit Kerja XYZ di PT. ABC Indonesia. Depok: Universitas Indonesia. Diunduh di http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307923-T%2031403-Meningkatkan%20keterikatan-full%20text.pdf
Tugas ini di upload oleh :
Nama : Violita Elgiana
Kelas : 3ID08
NPM : 39413162
Thesis yang di upload berjudul :
"Meningkatkan Keterikatan Kerja Melalui Intervensi Terhadap Kegiatan Berbagi Pengetahuan - Studi Mengenai Asesor Unit Kerja XYZ di PT. ABC Indonesia"
Thesis tersebut dapat di download disini
Sumber : Meyer, Aldira G. 2012. Meningkatkan Keterikatan Kerja Melalui Intervensi Terhadap Kegiatan Berbagi Pengetahuan - Studi Mengenai Asesor Unit Kerja XYZ di PT. ABC Indonesia. Depok: Universitas Indonesia. Diunduh di http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307923-T%2031403-Meningkatkan%20keterikatan-full%20text.pdf
Kamis, 29 Oktober 2015
Selasa, 29 September 2015
Falsafah Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Ilmu Pengetahuan
Falsafah Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian
Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
a. Pengertian
Filsafat
Terdapat banyak pengertian filsafat menurut para
ahli. Berikut ini adalah pengertian filsafat menurut para ahli :
1) Menurut
Paul Nartorp (1854-1924)
Filsafat ialah sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar
yang hendak menentukan suatu kesatuan pengetahuan manusia dengan cara
menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya).
2) Menurut
Imanuel Kant (1724-1804)
Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi
suatu pokok serta pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya itu tercakup
empat persoalan.
3) Menurut
Notonegoro
Filsafat adalah menelah (memilah atau memilih)
hal-hal yang dijadikan sebagai objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang
tetap dan tidak berubah, yang disebut dengan hakekat.
4) Menurut
Driyakarya
Filsafat adalah sebagai perenungan sedalam-dalamnya
mengenai sebab-sebabnya ada serta juga berbuat, prenungan mengenai suatu kenyataan
yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan”.
5) Menurut
Sidi Gazalba
Berfilsafah adalah mencari kebenaran dari suatu
kebenaran dan untuk kebenaran, mengenai segala sesuatu yang dipermasalahkan,
dengan berfikir secara radikal, sistematik serta juga universal.
Arti filsafat dari beberapa ahli tersebut dapat dirangkum
menjadi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari mencari
kebenaran dari suatu kebenaran dan untuk kebenaran, mengenai segala sesuatu
yang dipermasalahkan, dengan berfikir secara radikal, sistematik serta juga
universal.
b. Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Terdapat banyak pengertian ilmu pengetahuan menurut
para ahli. Berikut ini adalah ilmu pengetahuan menurut para ahli :
1) Menurut
J. Haberer (1972)
Ilmu pengetahuan adalah suatu hasil aktivitas
manusia yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek dan menjadi pranata
dalam masyarakat.
2) Menurut
J.D. Bernal (1977)
Ilmu pengetahuan adalah suatu pranata atau metode
yang membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia
3) Menurut
E. Cantote (1977-1992)
Ilmu pengetahuan adalah suatu hasil aktivitas
manusia yang mempuyai makna dan metode.
4) Menurut
Sutrisno Hadi
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan dari
pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah orang-orang
yang dipadukan secara harmonis dalam suatu bagunan yang teratur.
5) Menurut
Mohammad Hatta
Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.
Arti ilmu pengetahuan dari beberapa ahli tersebut
dapat dirangkum menjadi, ilmu pengetahuan adalah suatu hasil aktivitas manusia atau
kumpulan dari pengalaman-pengalaman yang merupakan kumpulan teori, metode dan
praktek dan menjadi pranata dalam masyarakat.
2. Hubungan
Antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu
Pengetahuan dapat dijelaskan melalui tabel sebagai berikut :
Filsafat
|
Ilmu Pengetahuan
|
Objeknya luas dan
universal
|
Objeknya terbatas
|
Mencoba merumuskan
pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsi umum, tidak membatasi segi
pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan
keseluruhan
|
Segi-segi yang
dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti
|
Memberikan pemahaman
mendalam, sebab-sebab terakhir
|
Memberikan pemahaman
tentang sebab-sebab yang terbatas
|
Memberikan sintesis
kepada ilmu pengetahuan
|
Menerima landasan
kerja dari filsafat
|
Berfikir menyeluruh
|
Berfikir perspektif
atau paradigmatik
|
Bertugas memberikan
jawaban
|
Bertugas
mengitegrasikan ilmu-ilmu
|
3. Manusia
dan Ilmu Pengetahuan
Manusia sebagai makhluk
yang paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan mempunyai beberapa kelebihan
dari makhluk lainnya yaitu mempunyai akal dan pikiran, dengan adanya akal dan
pikiran manusia dapat terus berusaha untuk selalu terus berusaha untuk menambah
dan mengumpulkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang didapatkan oleh
manusia karena usahanya dimanfaatkan untuk memelihara bumi ini agar terhindar
dari kerusakan, karena manusia ditunjuk oleh Tuhan sebagai khalifah di muka
bumi. Manusia mendapatkan ilmu pengetahuan dari pengalaman (empiris) dan juga
logika (rasional). Pengamalan diolah oleh manusia melalui logika yang
dimilikinya sehingga menghasilkan suatu ilmu pengetahuan. Tidak selamanya ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat bermanfaat, ada juga ilmu
pengetahuan manusia yang dapat menimbulkan suatu permasalahan.
Kemampuan manusia dalam
mengembangkan pengetahuan tidak lepas dari penalaran manusia itu sendiri. Manusia
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan karena adanya kemampuan berbahasa yang
dimiliki manusia untuk mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Manusia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan juga karena adanya kemampuan berpikir menurut alur kerangka
berpikir tertentu yang disebut dengan penalaran.
4. Kelahiran
Ilmu Pengetahuan Modern
permulaan abad ke-14,
di Eropa di mulai perkembangan ilmu pengetahuan. Sejak zaman itu sampai
sekarang Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan umat manusia pada
umumnya. Permulaan perkembangannya dicetuskan oleh Roger Bacon (1214-1294) yang
menganjurkan agar pengalaman manusia sendiri dijadikan sumber pengetahuan dan
penelitian. Copernicus, Tycho Broche, Keppler dan Galileo merupakan pelopor
dalam mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman tersebut.
Perkembangan ilmu
pengetahuan menjadi sangat mantap dan pesat setelah ditulisnya buku yang
berjudul Novum Organum oleh Francis Bacon (1560-1626) yang mengutarakan tentang
landasan empiris dalam mengembangkan pengetahuan dan penegasan ilmu pengetahuan
dengan metodenya.
Bila dilihat dari segi metodologi dan psikologi maka seluruh ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada:
Bila dilihat dari segi metodologi dan psikologi maka seluruh ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada:
a. Pengamatan
dan pengalaman manusia yang terus menerus
b. Pengumpulan
data yang terus menerus dan dilakuakan secara sistematis
c. Analisis
data yang ditempuh dengan berbagai cara.
d. Penyusunan
model-model atau teori-teori, serta penyusunan ramalan-ramalan sehubungan
dengan model itu.
e. Percobaan
untuk menguji ramalan tersebut.
Percobaan ini akan menghasilkan beberapa
kemungkinan, diantaranya: benar atau salah. Jika terbukti salah, terbuka
kemungkinan untuk mencari kesalahan berfikir, sehingga terbuka juga kemungkinan
untuk memperbaikinya. Dengan demikian ilmu pengetahuan modern memiliki suatu
sistem yang didalamnya terkandung mengoreksi diri, yang memungkinkan
ditiadakannya kesalahan demi kesalahan secara bertahap menuju kebenaran.
Penelitian dan Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian
Penelitian Ilmiah
Terdapat banyak
pengertian penelitian ilmiah menurut para ahli. Berikut ini adalah pengertian
penelitian ilmiah menurut para ahli :
a. Menurut
Hill Way
Penelitian ilmiah adalah meode studi ysng sifatnya
itu mendakam serta penuh kehati-hatian dari segala bentuk fakta yang dapat
dipercaya atas suatu masalah tertentu guna untuk dapat membuat pemecahan
masalah.
b. Menurut
Parson
Penelitian ilmiah adalah suatu
pencarian dari segala sesuatu yang dilakukan dengan secara sistematis, dengan
penekanan bahwa pencariannya yang dilakukan pada
masalah-masalah yang bisa dipecahkan dengan menggunakan penelitian.
c. Menurut Donald Ary
Penelitian ilmiah adalah suatu
penerapan dari pendekatan ilmiah pada suatu pengkajian masalah didalam
memperoleh suatu informasi yang berguna serta hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan.
d. Menurut
Woody
Penelitian ilmiah merupakan metode
untuk dapat menemukan sebuah pemikiran yang kritis. Penelitian tersebut juga
meliputi pemberian definisi serta redefinisi terhadap suatu masalah, membuat
formulasi hipotesis / mengadakan uji coba yang sangat hati-hati dari segala
kesimpulan yang digunakan dalam menentukan apakah kesimpulan itu sesuai dengan
hipotesis.
e. Menurut
John
Penelitian ilmiah merupakan
pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas didalam menemukan suatu
hubungan antara fakta serta menghasilkan hukum tertentu.
Arti penelitian ilmiah
dari beberapa ahli tersebut dapat dirangkum menjadi, penelitian ilmiah adalah metode
studi yang sifatnya mendalam, yang mengkaji masalah didalam memperoleh suatu informasi yang berguna serta hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Hubungan Penelitian dengan Ilmu Pengetahuan
Tanpa penelitian
ilmu pengetahuan tidak akan berkembang dan membuat solusi atas suatu masalah
sulit. Penelitian dan ilmu pengetahuan mempunyai kaitan yang sangat erat. Penelitian
digunakan untk kebutuhan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tidak akan
berkembang apabila tanpa penelitian. Penelitian ialah cara yang tepat untuk
menemukan solusi suatu masalah dan untuk mendapatkan ilmui pengetahuan.
Penelitian
sebagai sistem ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam pembangunan ilmu
pengetahuan. Penelitian mempunyai kemampuan untuk meng-update ilmu
pengetahuan untuk menjadi up-to-date
dalam aplikasinya dalam masyarakat. Penelitian belum dapat memulai suatu proses
ilmiah baru sebelum mendapatkan masukan dari ilmu pengetahuan. Titik awal
penelitian adalah ilmu pengetahuan.
3. Langkah-Langkah Penelitian Ilmiah
Proses
penelitian ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap yang tersusun secara sistematis
dan berurutan yang menggambarkan suatu siklus sebagaimana berlaku dalam metode
ilmiah. Langkah pertama dalam penelitian ilmiah adalah memilih masalah. Banyak membaca
literatur ataupun mangemati lingkungan sekitar, dapat membantu bagi seorang
peneliti untuk munculnya suatu masalah penelitian. Fokus pada masalah-masalah
yang cukup dikenal, difahami dapat memberikan kemudahan untuk memberikan isi
yang jelas dan kongkrit, serta dapat merumuskan metode yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan. Faktor-faktor dalam memilih masalah adalah kemajuan
ilmu pengetahuan, faktor waktu, tenaga, biaya serta kemampuan yang ada pada
peneliti.
Langkah
kedua dalam penelitian ilmiah adalah mengadakan studi eksploratorik. Mengadakan
studi eksploratorik merupakan upaya yang harus ditempuh dalam melakukan
penelitian ilmiah untuk memecahkan masalah secara sistematik dan intensif. Studi
eksploratik dapat dilakukan dengan cara studi dokumentasi, penggunaan informan,
ataupun mangamati secara empirik, cara-cara tersebut diharapkan mampu
memperoleh data atau informasi awal untuk dijadikan dasar untuk melaksanakan
penelitian.
Langkah
ketiga dalam penelitian ilmiah adalah merumuskan masalah dalam hubungan teori
dan anggapan dasar. Langkah ini menjelaskan tentang darimana pelaksanaan
penelitian, bagaimana hubungan teori dengan permasalahan, apa problematiknya,
pandangan toritik, penjelasan umum serta dasar-dasar lainnya perlu dipertegas
agar jelas dan mudah diteliti. Anggapan dasar perlu disusun sebagai titik tolak
pemikiran yang kebenarannya dapat diterima.
Langkah
keempat dalam penelitian ilmiah adalah merumuskan hipotesa atau petanyaan
penelitian. Hipotesa dirumuskan dalam bentuk-bentuk pertanyaan atau pernyataan
dan untuk setiap hipotesa diusahakan adanya penjelasan-penjelasan seperlunya,
kecuali apabila penjelasan-penjelasan itu telah tercantum secara eksplisit
dalam uraian yang mendahului perumusan hipotesa. Perumusan hipotesa sangat
penting dalam penelitian ilmiah, karena perumusan ilmiah adalah dasar sebagai
jawabam sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya. Hiposeta tidak selamanya
digunakan pada penelitian yang sifatnya hanya mengumpulkan data, tetapi dapat
dijabarkan kedalam pertanyaan penelitian.
Langkah
kelima dalam penelitian ilmiah adalah menetapkan teknik untuk menguji
hipotesis. Teknik pengujian hipotesis digunakan untuk menguji validitas
hipotesis. Teknik pengujian hipotesis yang tepat akan menghasilkan analisis
data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Langkah
keenam dalam penelitian ilmiah adalah menentukan agenda penelitian. Agenda penelitian
merupakan jadwal yang menunjukan rencana-rencana kerja. Penyusunan
jadwal kegiatan harus realistik, sehingga tidak ada satu kegiatan pun yang
tertinggal. Penyusunan jadwal yang terperinci dapat diketahui waktu penelitian
yang diperlukan. Agenda penelitian dapat dijadikan rujukan untuk melaksanakan
penelitian, sehingga agenda penelitian dapat dijadikan patokan tentang waktu
dan kegiatan yang harus dilaksanakan. Agenda penelitian sebaiknya disusun dari
mulai studi eksploratorik sampai penyusunan laporan akhir, sehingga dapat
merupakan satu kesatuan kerja atau kegiatan secara menyeluruh.
Langkah
ketujuh dalam penelitian ilmiah adalah mengumpulkan data. Mengumpulkan
data merupakan langkah pelaksanaan penelitian dalam rangka pengukuran atau
pengujian hipotesa. Pengumpulan data di lapangan, kadang-kadang tidak sesuai
dengan agenda yang sudah ditentukan, sehingga harus mempunyai cara untuk
mengatasinya.
Langkah
kedelapan dalam penelitian ilmiah adalah mengolah data. Mengolah
data merupakan upaya yang kongkrit untuk membuat data yang sudah dikumpulkan
dapat berbicara. Data yang sudah terkumpul harus dijabarkan kedalam kalimat
secara terorganisir yang mampu menjawab hipotesa atau pertanyaan penelitian
yang sudah disusun. Data dapat diolah atau dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, analisis komparatif, analisis prediktif, analisis causal. Analisis
deskriptif, yaitu data yang sudah Anda peroleh dijabarkan ke dalam kalimat
dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya, selanjutnya analisis komparatif
yaitu data diterjemakan ke dalam kalimat dengan membandingkan antara data yang
satu dengan data yang lainnya yang ada kaitannya. Analisis prediktif yaitu data
diterjemahkan ke dalam kalimat untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang berdasarkan data yang ada. Analisis causal yaitu data
diterjemahkan ke dalam kalimat untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.
Langkah
kesembilan dalam penelitian ilmiah adalah menyimpulkan hasil. Langkah
kesembilan merupakan proses penyimpulan yang didasarkan atas segala data yang
sudah diolah. Kesimpulan merupakan pembuktian, pengujian atau penilaian
terhadap apa yang diteliti. Kesimpulan yang disusun harus tertuju pada
penelitian itu sendiri, yaitu pada hipotesa atau pertenyaan penelitian. Setiap
kesimpulan harus memperlihatkan garis hubungan yang langsung dengan hipotesa
atau pertanyaan penelitian, tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik diluar
hipotesa atau pertanyaan penelitian, apalagi diluar data yang terkumpul.
Langkah
kesepuluh dalam penelitian ilmiah adalah mengumpulkan hasil laporan. Laporan diupayakan
mencakup setiap langkah yang dilalui. Laporan yang lengkap berfungsi untuk
mempermudah orang lain dalam memahami kesimpulan penelitian.
Referensi :
http://www.pendidikanku.net/2015/04/pengertian-filsafat-menurut-para-ahli.html
http://www.cakrawayu.org/artikel/8-i-wayan-sukarma/57-filsafat-ilmu.html
http://repository.unikama.ac.id/104/
http://ilhami08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/memahami-hubungan-manusia-dan-pengetahuan/
http://arfan-exist.blogspot.co.id/2009/04/kelahiran-pengetahuan-alamiah-modern.html
http://www.pendidikanku.net/2015/07/pengertian-penelitian-menurut-para-ahli.html
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PENELITIAN_PENDIDIKAN/BBM_2.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PENELITIAN_PENDIDIKAN/BBM_2.pdf
Jumat, 19 Juni 2015
KONVENSI-KONVENSI INTERNASIONAL
Konvensi
Internasional Tentang Hak Cipta
Perlindungan dalam hak cipta secara domestik saja tidak cukup
dan kurang bermanfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta, karena suatu
upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini sangat berarti jika
perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum
yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta ini terdiri
atas 2 konvensi internasional yaitu Berner Convention dan Universal Copyright
Convention (UCC). Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain
standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan
mimimum dan prosedur mendapatkan hak.
BERNER CONVENTION
Konvensi Bern atau
Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama
kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886.Konvensi Bern mengikuti langkah
Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan
kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya,
yaitu paten, merek, dan desain industri.Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi
Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun
1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk
Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya,
BIRPI), di Bern.
Pada tahun 1960, BIRPI
dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi
internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO,
Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan
organisasi di bawah PBB. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara
yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari
negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang
dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri.
Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu
yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau
barang itu pertama kali diciptakan.
Namun demikian,
sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya
apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu
dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu
sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di
sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara
yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada? Karena itu,
Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus
diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi,
Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh
undang-undang hak cipta dari masing-masing negara. Hak cipta di
bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi
Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi,
akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya
meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan
perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh
Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan
hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum
perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk
sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya,
atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan
dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
Konvensi
Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908,
diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di
Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun
1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160
negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta
konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal
pemberlakuannya di negara masing-masing. Keikutsertaan suatu negara
sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya
di bidang hak cipta, yaitu:
1.
Prinsip national
treatment
Ciptaan
yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat
perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang
pencipta warga negara sendiri
2.
Prinsip automatic
protection
Pemberian
perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat
apapun (no conditional upon compliance with any formality)
3.
Prinsip independence
of protection
Bentuk
perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan
perlindungan hukum Negara asal pencipta.
Konvensi bern yang
mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic,
ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali
mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di
Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13
November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914.
Selanjutnya secara berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di
Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan
yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini
berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama
seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak
cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi
segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk
pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah
mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah
ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan
adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam
konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa
yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika
digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya
sendiri.
Pengecualian diberikan
kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau budaya.
Universal Copyright Convention
Universal Copyright
Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai
karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini
dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang
tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi.
Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini
kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut
dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si
pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak
monopoli.
Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang
memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk
memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak
cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta,
sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan
oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
UU PERINDUSTRIAN
Latar Belakang
Sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, sedangkan sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Hal yang dilakukan untuk mewujudkan sasaran pembangunan tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri, maka dibuatlah Undang-Undang Tentang Perindustrian.
Undang-Undang tentang perindustrian ini menegaskan bahwa pembangunan industri harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Landasan tersebut menyatakan kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbukan untuk diusahakan masyarakat. Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Undang-Undang tentang perindustrian diharapkan mampu memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas, dengan cara usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1984
Undang-Undang No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian disusun oleh Presiden Republik Indonesia, nomor 5 tahun 1984 (5/1984), tanggal 29 Juni 1984 bertempat di Jakarta, Sumber LN 1984/22; TLN NO. 3274. Berikut ini adalah isi Undang-Undang No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. Bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri;
c. Bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Memutuskan:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan:
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1. Mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. Mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. Mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaanperusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. Keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
2. Keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3. Pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri tennasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuanketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selamalamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut Izin Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementeringsordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN
I. UMUM
Garis-Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun. Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang- Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif. Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat. Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas. Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula. Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai pembangunan industri ini. Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup. Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai angka 18 Cukup jelas.
Pasal 2
Seperti telah diutarakan dalam penjelasan umum, pembangunan industri dilandaskan pada :
a. Demokrasi ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dilakukan dengan sebesar mungkin mengikutsertakan dan meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara merata, baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan menghindarkan sistem "free fight liberalism", sistem "etatisme", dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
b. Kepercayaan pada diri sendiri, yaitu bahwa segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan industri harus berlandaskan dan sekaligus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
c. Manfaat, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dan hasilhasilnya harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarya bagi kemanusiaan dan peningkatan kesejahteraan rakyat;
d. Kelestarian lingkungan hidup, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber daya alam;
e. Pembangunan bangsa harus berwatak demokrasi ekonomi serta memberi wujud yang makin nyata terhadap demokrasi ekonomi itu sendiri.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cabang-cabang industri tertentu mengemban peranan yang sangat penting dan strategis bagi negara, dan yang menguasai hajat hidup orang banyak antara lain karena :
a. Memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
b. Mengolah suatu bahan mentah strategis
c. Dan/atau berkaitan langsung dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah selalu berarti bahwa cabang-cabang industri dimaksud harus dimiliki oleh negara, melainkan Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur produksi dari cabang-cabang industri dimaksud dalam rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi nasional serta ketahanan nasional.
Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka cabang-cabang industri tersebut dapat ditetapkan untuk dimiliki ataupun dikuasai oleh Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Kelompok industri kecil, termasuk yang menggunakan proses modern, yang menggunakan ketrampilan tradisional, dan yang menghasilkan benda-benda seni seperti industri kerajinan, yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada umumnya diusahakan oleh rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh sebab itu industri ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk membuka lapangan bagi investasi baru atau perluasan bidang usaha industri yang telah ada, baik bagi penanaman modal dalam negeri maupun modal asing dengan pertimbangan bahwa produksi yang dihasilkannya sangat diperlukan.
Pasal 7
Melalui pengaturan, pembinaan, dan pengembangan, Pemerintah mencegah penanaman modal yang boros serta timbulnya persaingan yang tidak jujur dan curang dalam kegiatan bidang usaha industri, dan sebaliknya mengembangkan iklim persaingan yang baik dan sehat. Melalui pengaturan, pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah pemusatan dan penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri dalam Pasal ini adalah upaya yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas- luasnya terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan bidang usaha industri ini, pada dasarnya berada pada Pemerintah.
Oleh karenanya, adalah wajar bilamana upaya pembinaan dan pengembangan, dilakukan oleh Pemerintah melalui kegiatan pengaturan yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah pula.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang ini, dilakukan secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Angka 1
Untuk mewujudkan perubahan struktur perekonomian secara fundamental, perlu dikerahkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia.
Bersamaan dengan itu, tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui industri ini menuntut pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan pembangunan dan pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri dan sumber daya alam dan manusia yang terdapat di masing-masing daerah.
Demikian pula perlu ditingkatkan pembangunan daerah dan pedesaan yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan serta peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan teknologi yang tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di dalam negeri maupun yang merupakan hasil-pengalihan dari luar negeri, merupakan usaha agar dengan sumber daya manusia yang tersedia dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk kemakmuran seluruh rakyat.
Angka 2
Untuk terciptanya iklim yang menguntungkan dan perkembangan industri secara sehat, serasi, dan mantap, Pemerintah melakukan pengaturan, dan pembinaan secara menyeluruh dan terarah untuk mencegah persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Dalam rangkaian kegiatan ini, diperlukan berbagai sarana penunjang dan kebijaksanaan seperti :
1. Informasi industri yang lengkap dan berlanjut;
2. Kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk mengembangkan kegiatan industri;
3. Kebijaksanaan perlindungan industri melalui pembinaan serta pengutamaan produksi dalam negeri;
4. Kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil industri;
5. Kebijaksanaan perbankan dan pasar modal yang mendukung perkembangan industri.
Angka 3
Industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar memiliki daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil produksinya mampu bersaing dengan barang- barang impor di pasaran dalam negeri, dan di pasaran internasional.
Untuk itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah dalam batas-batas yang wajar dapat memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri.
Di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap menjamin agar konsumen dalam negeri juga tidak dirugikan.
Angka 4
Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber daya alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal 10
Dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan:
a. Keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok industri kecil;
b. Keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil dalam ukuran besarnya investasi;
c. Keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri;
d. Keterkaitan antara industri dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan perusahaan industri dalam Pasal ini adalah pembinaan kerja sama antara industri kecil, industri menengah dan industri besar yang perlu dikembangkan sebagai sistem kerja sama dan keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada umumnya, sistem bapak angkat, dan sebagainya.
Dengan pengembangan sistem ini maka kerja sama di antara perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama antara perusahaan industri Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kemudahan dan/atau perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah untuk mendorong pengembangan cabang industri dan jenis industri adalah antara lain dalam bidang perpajakan, permodalan dan perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor dan lain sebagainya.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengecualian untuk mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan terhadap jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta investasinya kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah seperti usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal ini adalah data statistik perusahaan industri yang nyata, benar dan lengkap yang diperlukan bagi dasar pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri seperti yang dimaksud dalam Pasal 8.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, Pemerintah memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan mengenai upaya menjamin keamanan dan keselamatan terhadap penggunaan alat, bahan baku serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya, dengan memperhatikan pula keselamatan kerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangkutan adalah pengangkutan bahan baku dan hasil produksi industri yang berbahaya.
Selain itu perlu diawasi pula langkah-langkah pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam.
Ayat (3)
Pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses dan hasil produksi industri adalah untuk menjamin keamanan, dan keselamatan dalam pelaksanaan tugas teknis operasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Sesuai dengan pengelompokan industri, masing-masing kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir atau umum juga menyebut aneka industri, dan kelompok industri kecil, serta dengan memperhatikan misinya, yakni untuk pertumbuhan ataupun pemerataan, maka penerapan teknologi yang tepat guna dapat berwujud teknologi maju, teknologi madya atau teknologi sederhana.
Pengarahan untuk menggunakan teknologi yang tepat guna dengan sejauh mungkin menggunakan bahan-bahan dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan pendapatan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri adalah pemberian data informasi teknologi industri yang menyangkut sumber/asal teknologi, proses, lisensi, patent, royalti termasuk jasa dalam menyusun pejanjian, dan lain sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan desain produk industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu perusahaan industri. Yang dimaksud dengan perlindungan hukum, adalah suatu larangan bagi pihak lain untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri yang telah dicipta serta telah terdaftar.
Maksud dari Pasal ini adalah untuk memberikan rangsangan bagi terciptanya desain-desain baru.
Pasal 18
Pasal ini dimaksud agar bagi bangsa Indonesia terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk memiliki keahlian dan pengalaman menguasai teknologi dalam perencanaan pendirian industri serta perancangan dan pembuatan mesin pabrik dan peralatan industri.
Termasuk dalam pengertian perekayasaan industri adalah konsultasi dibidang perekayasaan, perekayasaan konstruksi, perekayasaan peralatan dan mesin industri.
Pasal 19
Penetapan standar industri bertujuan, untuk menjamin serta meningkatkan mutu hasil industri, untuk normalisasi penggunaan bahan baku dan barang, serta untuk rasionalisasi optimalisasi produksi dan cara kerja demi tercapainya daya guna sebesar-besarnya.
Dalam penyusunan standar industri tersebut di atas diikutsertakan pihak swasta, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Asosiasi, Balai-balai Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah, Lembaga Konsumen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan proses dalam standardisasi industri.
Selain untuk kepentingan industri, standardisasi industri juga perlu untuk melindungi konsumen.
Pasal 20
Ayat (1)
Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah langsung sumber daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kawasan-kawasan industri.
Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut di atas pada gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya beserta prasarananya antara lain yang penting adalah terminal-terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan daerah pertanian baru.
Wilayah yang dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian seperti tersebut di atas, yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.
Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk menanggulanginya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Penyelenggaraan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri perlu dilakukan dalam batas-batas kewenangan yang jelas sehingga pelaksanaannya dapat benar-benar berlangsung seimbang dan terpadu dalam kaitannya dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Sehubungan dengan itu, masalah penyerahan kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri tertentu kepada instansi tertentu dalam lingkungan Pemerintah, perlu diatur lebih lanjut secara jelas.
Hal ini penting untuk menghindarkan duplikasi kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri di antara instansi-instansi Pemerintah, dan terutama dalam upaya untuk mendapatkan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pembangunan industri.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan penyerahan urusan mengenai bidang usaha industri tertentu dan penarikannya kembali dalam Pasal ini adalah terutama mengenai perizinan yang dilakukan sesuai dengan asas desentralisasi dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab.
Pasal 24 sampai pasal 32
Cukup jelas
Langganan:
Postingan (Atom)